Featured

Diberdayakan oleh Blogger.

0 Menjernihkan Hubungan Islam dan Pancasila dalam KISPI 2012

Departemen Semi Otonom Al-Hikmah Reasearch Center Forum Studi Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (ARC FSI FISIP UI) mengadakan acara tahunan untuk membahas isu-isu sosial dan politik dari Islam dalam Kajian Ilmiah Sosial Politik Islam (KISPI). KISPI 2012 diadakan pada Rabu (23/5) di Auditorium Gedung M, FISIP UI.

Tema tahun ini mencakup konsepsi negara dalam Islam dan kontribusinya terhadap pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kontribusi Islam ditunjukkan melalui salah satu tokoh pergerakan nasional, Mohamad Natsir yang pemikiran dan pergerakannya diulas oleh Dr. (HC) A.M. Fatwa melalui makalah yang beliau siapkan khusus untuk acara ini. Mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 1999-2004 dan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2004-2009 ini mengungkapkan bahwa sebenarnya Natsir mendukung Pancasila sebagai konsep yang menyatukan Indonesia. Beliau pun menekankan kepada seluruh komponen bangsa untuk tidak ragu bahwa Negar Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara ber-Ketuhanan.

Sesi kedua dilanjutkan dengan diskusi publik yang dengan dua orang narasumber. Narasumber pertama adalah Dr. Adian Husaini yang juga pendiri dari Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (Insists) yang mengkaji perkembangan politik Islam di Indonesia dan secara umum. Kemudian dilanjutkan oleh Dr. Hamid Chalid, S.H, LL.M  yang mengkaji tentang hubungan antara Islam, Demokrasi, dan Negara.

Dalam diskusi publik tersebut kedua Doktor memberikan banyak pencerahan seperti perbedaan sistem Islam dengan teokrasi dan demokrasi, kecerdasan dan kecerdikan tokoh Islam dulu dalam mewarnai Pancasila dengan konsep-konsep kunci Islam (Adil, Adab, Hikmah, Musyawah), kekalahan umat Islam dalam penafsiran Pancasila sehingga ada yang mensekulerkannya, hingga pernyataan Dr. Hamid yang juga dosen di Fakultas Hukum dalam bidang hukum Islam yang mengatakan bahwa kita tidak berpijak pada demokrasi yang menolak suara Tuhan, tetapi Pancasila yang menjadikan Tuhan sebagai guidance.

Kajian ini ditutup dengan kesimpulan Dr. Adian dan Dr. Hamid yang mengatakan bahwa kita harus fokus pada pendidikan agar dapat mencetak intelektual muslim yang memiliki otoritas politik dan akademik untuk menafsirkan Pancasila. Agar tidak ada lagi yang mengatakan bahwa yang mengetengahkan nilai-nilai Islam itu tidak Pancasilais.

*Makalah A.M Fatwa dalam KISPI 2012
Read more

0 KISPI (Kajian Ilmiah Sosial Politik Islam)

Islam bukan hanya sekedar ajaran yang mengurus hubungan manusia dengan Rabbnya. Islam adalah agama paripurna, mengatur seluruh aspek kehidupan manusia termasuk politik kenegaraan. Beranjak dari keparipurnaannya tersebut, Islam tidak memisahkan antara kehidupan agama dan politik sebagaimana tidak memisahkan hablumminallah dan hablumminannas.
Pada masa modern perdebatan tentang hubungan antara agama (Islam) dan negara masih tetap terjadi dalam berbagai intensitas. Wacana ini kemudian menciptakan dikotomi dalam kelompok-kelompok dan pemikir muslim. Dewasa ini juga telah banyak kelompok Islam yang mengejewantahkan penafsiran atas sumber-sumber asli Islam melalui berbagai organisasi, serta para pemikir muslim yang berkecimpung dalam pengembangan pemikiran tapi tidak secara khusus terjun dalam kelompok-kelompok tertentu.
Banyak sekali pemikiran tentang sosial politik khususnya kenegaraan yang digagas oleh pemikir-pemikir muslim. Tidak sedikit dari pemikir-pemikir tersebut memberikan sumbangan yang luar biasa terhadap peradaban. Akan tetapi dilain sisi sangat banyak juga pemikiran mereka yang terhimpit oleh peradaban dan cenderung terlupakan. Fakta inilah yang masih perlu banyak digali melalui berbagai kajian mengenai sosial politik islam.
Berangkat dari sinilah, Departemen Semi Otonom Al-Hikmah Research Centre FSI FISIP UI 2012 berencana untuk menyelenggarakan acara Kajian Ilmiah Sosial Politik Islam (KISPI) dengan tema “Konsepsi Negara dalam Islam dan Kontribusinya dalam Pembentukan NKRI”. Diharapkan acara ini mampu menjadi sarana pendorong munculnya para intelektual muda Universitas Indonesia yang mampu berkontribusi memecahkan masalah-masalah bangsa. Menggali berbagai hal yang berkaitan erat dengan Islam dan konsepsi negara yang nantinya mampu memberikan kontribusi positif, kritis, dan membangun untuk kebaikan peradaban bangsa ini.
Read more

0 Bukan Kesetaraan, tapi Keserasian


Suatu hari terjadi keributan kecil di sebuah sarang semut. Padahal biasanya tidak pernah ada kejadian seperti. Para semut memang sudah terbiasa bekerja bersama-sama sehingga jarang sekali terjadi keributan seperti ini.

Namun hari itu, adalah lain cerita. Ada seekor semut jantan yang merasa bosan dengan pekerjaan yang ia lakukan setiap hari. Mulai dari membetulkan sarang, pergi mencari makanan atau bahkan hanya sekedar menjaga telur-telur semut yang ada di dalam sarang. Semut yang satu ini merasa bahwa apa yang terjadi padanya adalah sebuah ketidakadilan

Ia merasa bahwa pekerjaannya jauh lebih berat dibandingkan pekerjaan yang dilakukan oleh semut-semut betina yang ada di koloni mereka. Ia mengaggap bahwa kerja semut betina hanyalah sekedar melahirkan dan kemudian menjadi ratu, sedangkan dirinya harus bekerja keras untuk koloni tersebut.

Sampai akhirnya hari itu semut ini benar-benar merasa harus melakukan sesuatu, dan yang ia lakukan adalah mencoba memberontak dengan sistem yang sudah ada di koloni semut dan berusaha mencari ‘keadilan’.

Setelah berdebat di dalam koloni tersebut, ternyata tidak ada satupun semut yang merasa sependapat dengan dirinya. Akhirnya semut jantan itu pun pergi meninggalkan koloni semut tersebut.

Di tengah perjalanannya, semut jantan tersebut terus-menerus berpikir tentang apa yang terjadi padanya. Ia kemudian berusaha berpikir ulang mengenai apa yang sudah ia lakukan. 

Di tengah perjalanan ia bertemu dengan seekor lebah yang tengah beristirahat di sekitar taman bunga dekat sarang semut tersebut. Semut jantan itupun berusaha mencari pembenaran dengan bertanya pada lebah tersebut.

“Wahai lebah, bolehkah aku bertanya satu pertanyaan kepadamu?” tanya semut.

“Tentu saja boleh tuan semut,” jawab lebah tersebut. “Apa yang hendak kau tanyakan?” lebah tersebut balik bertanya kepada semut”.

“Begini, apakah aku salah ketika aku merasa diperlakukan secara tidak adil di dalam koloni semut? Tanya semut. “Aku merasa bahwa beban kerja para betina hanyalah melahirkan dan kemudian menjadi ratu yang diperlakukan sangat baik, sedangkan kami para jantan terus menerus dipaksa bekerja keras.” Kata semut menjelaskan.

“Oh, jadi begitu, memang apa yang kau inginkan wahai semut?” Tanya lebah.

“Aku ingin adanya kesetaraan serta kesamaan peran”, jawab semut dengan lantang.

“Oh begitu, baiklah akan sedikit aku jelaskan padamu wahai semut,” kata lebah dengan nada yang lembut.

“Kita ini diciptakan oleh Allah secara berpasang-pasangan. Dan setiap dari kita, baik jantan ataupun betina, diciptakan untuk saling melengkapi satu sama lain”, kata lebah.

“Akan aku berikan sedikit contoh”, kata lebah berusaha menjelaskan. “Misalnya, di dalam koloni lebah, masing-masing memiliki perannya masing-masing; Lebah Ratu berperan sebagai penghasil keturunan, kemudian lebah pekerja tugasnya mencari makanan, serta lebah tentara bertugas untuk menjaga keamanan sekitar sarang tempat tinggal koloninya. Dan setiap peran dijalani dengan penuh tanggung jawab” lebah berusaha memberi penjelasan. “Bukankah di koloni semut juga terjadi pembagian peran yang serupa?” kata lebah balik bertanya pada semut.

“Apa yang akan terjadi ketika tidak ada seekor ratu yang bekerja sebagai penghasil keturunan? Tentu koloni kita lama-kelamaan akan punah, iya kan semut?” kata lebah sambil melontarkan pertanyaan.

Semut pun terdiam, dan berpikir. Semut mulai merasa bahwa apa yang ia lakukan adalah salah. Namun ia masih merasakan ada sesuatu yang janggal, “lalu bagaimana dengan kesetaraan peran yang aku tanyakan dia awal tadi wahai lebah?” tanya semut berusaha mencari kebenaran.

Kemudian lebah pun berusaha menjawab, “Begini wahai semut, tidak ada yang namanya kesetaraan peran antara jantan dan betina, yang ada adalah sebuah keserasian peran antara jantan dan betina. Tanpa keserasian peran, maka yang muncul hanyalah perasaan saling cemburu antara peran-masing-masing.”

Akhirnya semut kembali terdiam, setelah merenung sejenak, semut itu pun berpamitan kepada lebah untuk kembali pulang ke sarang. Di tengah perjalanan semut it terus-menerus melamun, ia masih ragu tentang apa yang ia lakukan, mencari pembenaran atau ‘kebenaran’.

Abdushshabur Rasyid Ridha
Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UI 2010
Tim Penulisan ARC
Read more

Delete this element to display blogger navbar

 
Powered by Blogger