Enaknya jadi anak kuliah. Akses atas informasi hampir tak ada batasnya. Ribuan bahkan jutaan buku siap diakses kapan saja. 'Informasi-informasi elit' mengitari di kanan dan kiri. Pencerahan dosen mampir ke kuping hampir setiap harinya. Bergaul bersama teman-teman cerdas yang luar biasa mantabznya. Puluhan bahkan ratusan tokoh kita pahami pemikirannya. Layaknya pejabat yang berkuasa atas wewenangnya dan pebisnis yang berkuasa atas kekayaannya, rasanya diri ini juga berkuasa, meski hanya atas pemikiran. Kita bebas memakai paradigma yang mana, teori yang mana, metodologi yang mana, yaa... Kita berkuasa atas akses informasi dan pengetahuan, kitalah elit intelektual.
Namun sayangnya, terkadang kita suka lupa, pada hakitat, pada fitrah awal kita: Manusia. Makhluk yang diberi kebebasan, tapi serba terbatas pada berbagai keadaan. Kita merasa mampu memahami berbagai misteri ke-alam-an dan ke-manusiaan, begitu sombong hingga tak mau melirik petunjuk yang telah Allah SWT berikan. Lebih dari itu, kita malah lebih percaya pada perkataan manusia yang sejatinya sama saja dengan kita, dibanding perkataan Pencipta mereka, yang juga Pencipta kita. Kita juga lebih banyak menghabiskan waktu kita untuk memahami pemikiran manusia-manusia itu yang sebenarnya sama terbatasnya dengan kita dalam hal memahami, dibanding memahami pemikiran Sang Maha Paham yang memberi kita Kecerdasan dan Ilmu Pengetahuan.
Kebebasan semacam ini adalah kebebasan yang tidak membebaskan. Kebebasan yang membuat kita masih menghamba pada manusia lainnya, meski hanya dari segi pemikiran. Sadarilah kawan, hanya adalah satu yang patut dihamba, baik dari segi keyakinan, ibadah, pemikiran, hingga tingkah laku. Dialah acuan dari segala hal yang harus kita yakini, percayai, dan sediakan waktu kita untuk memahami. Tahukah anda siapa Dia? Semoga saja anda tidak lupa.
Muhammad Alfisyahrin
Manajer Kampanye ARC FISIP UI
0 komentar:
Posting Komentar