Suatu
hari terjadi keributan kecil di sebuah sarang semut. Padahal biasanya tidak
pernah ada kejadian seperti. Para semut memang sudah terbiasa bekerja
bersama-sama sehingga jarang sekali terjadi keributan seperti ini.
Namun
hari itu, adalah lain cerita. Ada seekor semut jantan yang merasa bosan dengan
pekerjaan yang ia lakukan setiap hari. Mulai dari membetulkan sarang, pergi
mencari makanan atau bahkan hanya sekedar menjaga telur-telur semut yang ada di
dalam sarang. Semut yang satu ini merasa bahwa apa yang terjadi padanya adalah
sebuah ketidakadilan
Ia
merasa bahwa pekerjaannya jauh lebih berat dibandingkan pekerjaan yang
dilakukan oleh semut-semut betina yang ada di koloni mereka. Ia mengaggap bahwa
kerja semut betina hanyalah sekedar melahirkan dan kemudian menjadi ratu,
sedangkan dirinya harus bekerja keras untuk koloni tersebut.
Sampai
akhirnya hari itu semut ini benar-benar merasa harus melakukan sesuatu, dan
yang ia lakukan adalah mencoba memberontak dengan sistem yang sudah ada di
koloni semut dan berusaha mencari ‘keadilan’.
Setelah
berdebat di dalam koloni tersebut, ternyata tidak ada satupun semut yang merasa
sependapat dengan dirinya. Akhirnya semut jantan itu pun pergi meninggalkan
koloni semut tersebut.
Di
tengah perjalanannya, semut jantan tersebut terus-menerus berpikir tentang apa
yang terjadi padanya. Ia kemudian berusaha berpikir ulang mengenai apa yang
sudah ia lakukan.
Di
tengah perjalanan ia bertemu dengan seekor lebah yang tengah beristirahat di
sekitar taman bunga dekat sarang semut tersebut. Semut jantan itupun berusaha
mencari pembenaran dengan bertanya pada lebah tersebut.
“Wahai
lebah, bolehkah aku bertanya satu pertanyaan kepadamu?” tanya semut.
“Tentu
saja boleh tuan semut,” jawab lebah tersebut. “Apa yang hendak kau tanyakan?”
lebah tersebut balik bertanya kepada semut”.
“Begini,
apakah aku salah ketika aku merasa diperlakukan secara tidak adil di dalam
koloni semut? Tanya semut. “Aku merasa bahwa beban kerja para betina hanyalah
melahirkan dan kemudian menjadi ratu yang diperlakukan sangat baik, sedangkan
kami para jantan terus menerus dipaksa bekerja keras.” Kata semut menjelaskan.
“Oh,
jadi begitu, memang apa yang kau inginkan wahai semut?” Tanya lebah.
“Aku
ingin adanya kesetaraan serta kesamaan peran”, jawab semut dengan lantang.
“Oh
begitu, baiklah akan sedikit aku jelaskan padamu wahai semut,” kata lebah
dengan nada yang lembut.
“Kita ini diciptakan oleh Allah secara
berpasang-pasangan. Dan setiap dari kita, baik jantan ataupun betina, diciptakan
untuk saling melengkapi satu sama lain”, kata lebah.
“Akan
aku berikan sedikit contoh”, kata lebah berusaha menjelaskan. “Misalnya, di
dalam koloni lebah, masing-masing memiliki perannya masing-masing; Lebah Ratu berperan sebagai penghasil
keturunan, kemudian lebah pekerja
tugasnya mencari makanan, serta lebah
tentara bertugas untuk menjaga keamanan sekitar sarang tempat tinggal
koloninya. Dan setiap peran dijalani
dengan penuh tanggung jawab” lebah berusaha memberi penjelasan. “Bukankah di
koloni semut juga terjadi pembagian peran yang serupa?” kata lebah balik
bertanya pada semut.
“Apa yang akan terjadi ketika tidak
ada seekor ratu yang bekerja sebagai penghasil keturunan? Tentu koloni kita
lama-kelamaan akan punah, iya kan semut?” kata lebah sambil melontarkan
pertanyaan.
Semut pun terdiam, dan berpikir.
Semut mulai merasa bahwa apa yang ia lakukan adalah salah. Namun ia masih
merasakan ada sesuatu yang janggal, “lalu bagaimana dengan kesetaraan peran
yang aku tanyakan dia awal tadi wahai lebah?” tanya semut berusaha mencari
kebenaran.
Kemudian lebah pun berusaha
menjawab, “Begini wahai semut, tidak ada yang namanya kesetaraan peran antara
jantan dan betina, yang ada adalah sebuah keserasian peran antara jantan dan
betina. Tanpa keserasian peran, maka yang muncul hanyalah perasaan saling
cemburu antara peran-masing-masing.”
Abdushshabur Rasyid Ridha
Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UI 2010
Tim Penulisan ARC
0 komentar:
Posting Komentar