Di sebuah padang pasir, terjadi sebuah peperangan besar, dalam arti yang sebenarnya. Dua kelompok yang memiliki perbedaan keyakinan di dalam hatinya bertemu di arena. Namun, jumlahnya tidak seimbang. Yang satu sedikit, yang satu banyak. Itu kuantitas. Akan tetapi, justru yang sedikit-lah yang menang. Karena kualitas mereka lebih baik. Bukan hanya karena yang sedikit lebih lihai berperang atau menguasai ilmunya, tetapi juga karena adanya totalitas yang luar biasa di dalam hati-hati mereka. Mereka berperang bukan atas kebanggaan kelompok apa lagi individu, mereka berperang atas nama Allah SWT. Wajar jika mereka tidak takut sedikit pun nyawa merenggang di arena perang, karena mereka yakin mati di jalan-Nya itu lebih baik dari hidup yang penuh tipu daya. Itulah mereka, Rasulullah saw dan para sahabatnya. Generasi muslim terbaik. Rujukan kita dalam setiap langkah.
Itulah mengapa, kami pun mengambil langkah ini. Di saat kelompok diskusi lain di FISIP UI atau pun di Fakultas di UI memiliki cukup banyak pengurus. Kami memilih untuk memulai langkah perjuangan kami dengan 4 pengurus: Fitria Nur Syamsiah (Komunikasi 2008 – Direktur ARC, Rahmelya Oktari (Adm. Negara 2008 – Manajer Internal ARC), Ratna Pertiwi (Adm. Negara 2008 – Manajer SDM ARC), Muhammad Alfisyahrin (Sosiologi 2010 – Manajer Kampanye ARC). Keterputusan gelombang perjuangan dan alur kaderisasi di masa lalu adalah alasan utama mengapa kami seperti mulai dari nol, kesannya.
Gelombang perjuangan itu kini kembali kami nyalakan. Kami memulai melalui diskusi rutin setiap hari kamis jam 4 sore dengan tema-tema yang berkaitan dengan platform kami, Keilmuan Sosial Politik Islam. Pesertanya tidak terlalu banyak memang, tetapi seperti telah diajarkan oleh Generasi muslim terbaik, kami memang tidak mengutamakan kuantitas. Jumlah 35-45 peserta yang cukup konstan bagi kami adalah sebuah kabar baik bagi awal gelombang perjuangan kami. Insya Allah, setiap dari mereka adalah rekan perjuangan kami yang akan mendekatkan kembali Ilmu Pengetahuan dan Islam serta mengembalikan kejayaan Islam di muka bumi.
Jika Generasi muslim terbaik rela mati di medang perang, kami pun rela menghabiskan keringat dan darah kami demi terus berjalannya gelombang perjuangan ini. Kami rela terus berlari, menghabiskan sumber daya yang kami punya, menyeka lelah dan penat yang ada, demi tercapainya mimpi kita bersama. Insya Allah.
Inilah kawan, ketika (bukan) kuantitas yang berbicara.
Pejuang Hikmah
Al Hikmah Research Center FISIP UI
Delete this element to display blogger navbar
Risalah Diskusi
Menjernihkan Hubungan Islam dan Pancasila dalam KISPI 2012
Departemen Semi Otonom Al-Hikmah Reasearch Center Forum Studi Islam Fakultas...Kesetaraan Gender atau Feminisme?
Kemunculan wacana akan Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan...Menyikapi Feminisme
Bila kita membicarakan feminisme, kita akan akrab dengan beberapa kosa kata...
Inspirasi Buku
Pangkalnya adalah Keluarga
Berbagai macam masalah moral hadir di depan mata kita. Yang nampak nyata hingga...Terbalapnya Nilai oleh Norma
Seorang teman pernah berkata, “Peraturan itu dibuat untuk dilanggar.” Seorang...
Percikan Hikmah
Bukan Kesetaraan, tapi Keserasian
Suatu hari terjadi keributan kecil di sebuah sarang semut. Padahal biasanya...Anak yang Tidak Lagi Anak-Anak
Kita mengeluh atas kekurangan mereka, tetapi kita tidak berterima kasih atas...Enak, Bikin Lupa
Enaknya jadi anak kuliah. Akses atas informasi hampir tak ada batasnya. Ribuan...
Kisah Kami
Akhirnya Regenerasi Cuy (ARC)
Sekian lama tak berjumpa. Rindu sekali rasanya ingin bertegur sapa. Saatnya...Ketika (Bukan) Kuantitas yang Berbicara
Di sebuah padang pasir, terjadi sebuah peperangan besar, dalam arti yang...Lembaga Keilmuan: Terasing di Kandang Sendiri
Kampus adalah kandangnya intelektual. Di sana para mahasiswa diberi banyak...
Posting Komentar