Seorang teman pernah berkata, “Peraturan itu dibuat untuk dilanggar.” Seorang teman yang lain pernah juga berkata ketika melanggar peraturan, “Ah, gak ada yang ngelihat ini.” Bahkan diri kita sendiri pun masih sering melihat kanan kiri, setelah yakin aman, lalu melakukan hal yang sebenarnya dilanggar. Seakan-akan, hati-hati kita ini berujar, “Selama bisa melanggar, kenapa harus patuh?” Contoh kasusnya banyak, mulai dari hal yang kita anggap sepele seperti lalu lintas, hingga masalah besar seperti pajak. Mengapa ini bisa terjadi?
Sebelum menjawab, saya akan sedikit menceritakan perihal nilai dan norma. Kedua istilah itu dikenal sebagai salah dua konsep yang merupakan bahasan dari sosiologi. Nilai merupakan hal abstrak yang menjadi kecenderungan kita dalam menyikapi sesuatu, mana yang disebut baik-buruk, benar-salah, indah-buruk, dsb. Adapun norma merupakan konkretisasi dan kesepakatan masyarakat atas nilai bersama. Jadi, kalau saya gambarkan, prosesnya dimulai dari berkumpulnya nilai-nilai semua atau sejumlah orang lalu tercapailah kata sepakat, baik dengan cara partisipatif maupun otoritatif. Namun sayangnya, realitanya tidaklah selurus itu. Gambaran ini nampaknya pun harus kita pikir ulang.
Coba lihat kembali beberapa kasus yang saya beberkan awal tulisan ini! Berbagai macam ketidakpatuhan itu adalah indikasi. Indikasi dari terbalapnya nilai oleh norma. Berbagai norma diberlakukan tanpa adanya kesadaran akan nilai. Inilah kuncinya. Ketiadaan kesadaran yang membuat orang hanya patuh jika ada yang melihat.
Terus bagaimana dong?
Itulah mengapa Islam mengawali perubahan manusia dari keyakinannya, dari kesadarannya. Bagaimana manusia dibuat hanya menghambakan dirinya kepada Allah SWT saja. Hanya mengikuti peraturan Allah SWT saja. Lihat! Allah yang memiliki kekuasaan tertinggi. Allah yang membuat aturan, mengawasi, dan menegakkannya. Kita tidak bisa menghindar atau menyembunyikan diri saat berbuat kesalahan, karena Allah Maha Melihat. Maka, ketika dalam benak kita telah terdapat kesadaran akan kekuasaan Allah SWT dan keharusan kita untuk mematuhinya, masihkah kita merasa tidak diawasi?
Adapun terkait masalah terbalapnya nilai oleh norma, Islam juga telah memberikan kita hikmah. Bayangkan! Rasulullah butuh waktu 13 tahun untuk membina para sahabat, hanya terkait Aqidah (Keyakinan-Kesadaran akan Allah SWT). Hmm, tidak pas juga mungkin jika saya menyebutnya dengan hanya. Karena membenahi keyakinan dan kesadaran itu memang sulit. Akan tetapi, ketika keyakinan-kesadaran itu terbentuk. Adakah sulit untuk menegakkan syariat (norma)?
*Terinspirasi dari BAB II (Karakteristik Manhaj Al Quran dalam Dakwah) dalam buku Petunjuk Jalan, karangan Sayyid Qutb
Muhammad Alfisyahrin
Manajer Kampanye ARC FISIP UI
Delete this element to display blogger navbar
Risalah Diskusi
Menjernihkan Hubungan Islam dan Pancasila dalam KISPI 2012
Departemen Semi Otonom Al-Hikmah Reasearch Center Forum Studi Islam Fakultas...Kesetaraan Gender atau Feminisme?
Kemunculan wacana akan Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan...Menyikapi Feminisme
Bila kita membicarakan feminisme, kita akan akrab dengan beberapa kosa kata...
Inspirasi Buku
Pangkalnya adalah Keluarga
Berbagai macam masalah moral hadir di depan mata kita. Yang nampak nyata hingga...Terbalapnya Nilai oleh Norma
Seorang teman pernah berkata, “Peraturan itu dibuat untuk dilanggar.” Seorang...
Percikan Hikmah
Bukan Kesetaraan, tapi Keserasian
Suatu hari terjadi keributan kecil di sebuah sarang semut. Padahal biasanya...Anak yang Tidak Lagi Anak-Anak
Kita mengeluh atas kekurangan mereka, tetapi kita tidak berterima kasih atas...Enak, Bikin Lupa
Enaknya jadi anak kuliah. Akses atas informasi hampir tak ada batasnya. Ribuan...
Kisah Kami
Akhirnya Regenerasi Cuy (ARC)
Sekian lama tak berjumpa. Rindu sekali rasanya ingin bertegur sapa. Saatnya...Ketika (Bukan) Kuantitas yang Berbicara
Di sebuah padang pasir, terjadi sebuah peperangan besar, dalam arti yang...Lembaga Keilmuan: Terasing di Kandang Sendiri
Kampus adalah kandangnya intelektual. Di sana para mahasiswa diberi banyak...
Posting Komentar